Menghargai dan Mencari Ilmu
57. Dari Abu Hurairah berkata: Ketika Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam berada dalam suatu majelis membicarakan suatu
kaum, tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui lalu bertanya: "Kapan
datangnya hari kiamat?" Namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tetap
melanjutkan pembicaraannya. Sementara itu sebagian kaum ada yang berkata;
"beliau mendengar perkataannya akan tetapi beliau tidak menyukai apa yang
dikatakannya itu," dan ada pula sebagian yang mengatakan; "bahwa
beliau tidak mendengar perkataannya." Hingga akhirnya Nabi shallallahu
'alaihi wasallam menyelesaikan pembicaraannya, seraya berkata: "Mana orang
yang bertanya tentang hari kiamat tadi?" Orang itu berkata: "saya
wahai Rasulullah!". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila
sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya kiamat". Orang itu bertanya:
"Bagaimana hilangnya amanat itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab: "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan
tunggulah terjadinya kiamat"
Dalam hal ini badui memutus percakapan nabi
yang mana memutus percakapan adalah melanggar adab sopan santun. Imam Al
Bukhori meletakkan hadits ini pada hadits yang pertama pada Bab Ilmu supaya
seseorang yang berilmu itu mempunyai adab terhadap ilmunya, terhadap dirinya,
terhadap orang lain, dan khususnya terhadap orang yang tidak berilmu. disini
badui memutus percakapan nabi. Beliau sempat mendiamkan badui itu tapi pada
akhirnya beliau menunjukkan adabnya sebagai orang yang berilmu dengan melayan /
menjawab badui tersebut. Nabi tidak memaki, tidak mengusir badui itu. Inilah
akhlak yang ditunjukkan bilamana ada orang yang tak sopan kepadanya.
Suatu hari Imam Syafi’i dimaki oleh seseorang
dengan banyak makian. Beliau mengatakan: “Orang jahil berkata buruk tentang
aku, maka aku tak akan menanggapinya. Dia hina dengan makiannya, saya bertambah
mulia dengan tidak menanggapinya. Umpama kayu gharu yang dibakar akan keluar
harumnya” Orang berilmu bilamana diuji emosinya dan dia dapat menjaga emosinya
maka dia betul orang yang alim. Bilamana orang alim tidak sopan santun,
bagaimana dengan muridnya. Guru itu jadi contoh bagi muridnya
Dulu ada seorang anak muda yang bertanya pada
orang alim. Dia berkata: “Saya nampak ada 2 halaqah, di halaqah mana sepatutnya
saya berada? Kemudian seorang alim ini membawanya menuju 2 halaqah tersebut.
Halaqah yang pertama ada guru ada syekh tapi tak ada adab, tak punya ilmu
membersihkan hati walaupun ilmu lain bagus. Lalu anak muda ini berdiri di
tengah jama’ah halaqah yang pertama. Guru / syekh yang mengajar disitu menyuruhnya
duduk tapi pemuda ini tak mau duduk. Ditanya oleh syekh: “Kenapa tak mau
duduk?” Dia jawab: “Aku tak suka dengan kamu!” Syekh ini marah dan mengatakan:
“Saya 1000x tak suka dengan kamu, pergi sana!” Kemudian pemuda ini pindah ke
halaqah yang kedua, dia kembali berdiri dan tidak mau disuruh duduk. Syekh
mengatakan: ”Kenapa tak mau duduk?” Dia jawab: “Saya tak suka padamu” Lalu
syekh ini menundukkan kepala dan berkata: “Wahai fulan, kalau kamu melihat ada
yang tak baik padaku, mohon tutuplah sesungguhnya ku manusia biasa yang ada
salah” Lalu pemuda ini dibawa keluar oleh orang alim tadi dan ditanya:
“Sekarang kamu pilih sendiri, di halaqah mana kamu mesti duduk. Yang pertama
yang memaki dan mengusirmu / yang kedua yang menginsyafi kekurangan dirinya dan
tidak takabbur dengan yang tidak sopan padanya” Oleh karena itu, Ilmu bukan
benda yang mudah dipungut tepi jalan. Ilmu adalah benda berharga. Hargailah
ilmu jangan, sembarangan ambil sumber ilmu, khususnya dari Syekh Google.
Allah SWT menurunkan ilmu ini perkara
berharga. Kita ini, khususnya para wanita kalau punya emas, intan kalau letak
dimana? tak mungkin letak di ruang tamu, dapur. Pasti diletakkan di tempat yang
tak boleh orang lihat, di lemari besi kah dengan number code supaya tak mudah di
detect . Karena apa? Karena berharga. Bayangkan, Allah turunkan ilmu itu
berharga, mungkinkah diletakkan di sembarang orang macam tu? Ibn Sirin dalam
Shahih Muslim: ”Ilmu itu nilai agama kamu. Oleh sebab itu carilah / perhatikan
daripada siapa kamu ambil ilmu”
Kembali pada hadits diatas, pada masa yang
sama Nabi SAW bukan maksud untuktidak menajwab, tapi nabi menjawab kemudian
setelah menyelesaikan percakapanny,
artinya si penanya tak merajuk “Eh... aku tanya tak dijawab???” tapi dia
tunggu, dia sabar karena ingin tahu. Maka saat itu nbi diam dan menyambung
pembicaraannya.
Hadits ini memberikan kesimpulan dan menjadi
pelajaran bagi kita bahwa cara bertanya dengan memutus pembicaraan adalah cara
yang tidak menempati adab sopan santun. Pelajran kedua, Nabi menujukkan cara
beliau sebagai orang yang berilmu melayani orang yang tidak berilmu dengan
tidak memaki sahabat yang bertanya itu. Ketiga, bilamana pertanyaan kita tak
dijawab hendaknya jangan pergi meninggalkan majelis. Keempat, kalau kita tak
tahu suatu benda jangan sekali kali kita pikir dengan otak kita. Tapi bila tak
tahu tanyalah pada orang yang berilmu, jangan main tanya dengan orang yang
tahu. Khususnya yang berkaitan tentang fiqih, aqidah jangan tanya pada orang
awam. Bahayanya bilamana bertanya pada orang awam / tidak berilmu maka
jawabanya adalah sesat menyesatkan. Seperti kisah seseorang yang disabdakan
Nabi SAW, yang mana dia terluka di kepalanya akibat perang, lalu dia bermalam
dalam keadaan janabah. Ketika pagi hendak sholat subuh dia bertanya pada
temannya yang awam: “Bagaimana aku sholat subuh sedangkan aku dalam keadaan
janabah dan kepalaku dalam keadaan luka?” Temannya yang awam ini menjawab:
“Oh... kamu mesti mandi karena untuk angkat hadas besar” Akhirnya dia mandi
kena air kepalanya lalu dia mati. Sampailah berita ini kepada Nabi SAW. Beliau
berkata: “Kamu sudah bunuh dia, yakni menanggung dosa dengan jawaban kamu
kepada orang yang mati itu dengan fatwa” Berapa banyak orang zaman sekarang
mudah keluarkan fatwa. Fatwa diambil di tepi jalan, fatwa jadi pilihan, ingin
fatwa yang boleh / yang tak boleh. Zaman dahulu para sahabat kalau ditanya tak
berani jawab, dialihkan ke orang lain. Tak berani keluarkan jawaban fatwa.
Zaman kita sekarang semua orang bisa berfatwa
Dalam hadits diatas disebutkan “Jika urusan
diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan tunggulah terjadinya kiamat” Ini
bukan pada pemerintahan saja, tapi juga hal ilmu juga. Bilamana ada orang yang
memberi ruang kepada orang yang tak berilmu untuk dilantik menjadi orang
berilmu maka tunggulah kiamat. Siapa yang memberi ruang? Ya kalau dalam hal
ilmu bisa jadi muridnya, anak buahnya. Kalau dalam pemerintahan ya rakyatnya.
Yang menyediakan ruang itu juga akan menanggung akibatnya. Dan diantara
tanda-tanda hari kiamat adalah munculnya khotib-khotib atau orang berilmu yang
mendatangkan fitnah.
Diantara sikap orang berilmu adalah dia akan
kurang dalam complaint kepada orang yang berbeda pandangan dengannya.
Sebaliknya, oirang yang smepit ilmunya akan banyak complaint “Ini salah... , Itu
salah...” Sebab orang yang menutup mata sebelah dengan tanganya maka ia tak
akan melihat sebelah kanan “Tak ada orang sebelah kanan saya” karena tak dibuka
mata sebelah kanan. Coba kalau dibuka semua maka akan tampak semua. Orang yang
luas ilmu akan membaca segala masalah yang dipertikaikan ada hujjah
masing-masing, maka dia tidak menjadikan sandaranya paling betul sebab semua
punya sandaran.
58. Telah menceritakan kepada kami Abu An
Nu'man 'Arim bin Al Fadlal berkata, telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah
dari Abu Bisyir dari Yusuf bin Mahak dari Abdullah bin 'Amru berkata: Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pernah tertinggal dari kami dalam suatu perjalanan
yang kami lakukan hingga Beliau mendapatkan kami sementara waktu shalat sudah
hampir habis, kami berwudlu' dengan hanya mengusap kaki kami. Maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam berseru dengan suara yang keras: "celakalah
bagi tumit-tumit yang tidak basah akan masuk neraka." Beliau serukan
hingga dua atau tiga kali.
Maknanya Nabi serius dalam berkhotbah, selain
itu perlunya seseorang bilamana menyampaikan ilmu dengan suara lantang dan
keras. Nabi terkadang melantik seseorang untuk berada di tengan jama’ah untuk
menyampaikan khotbah nabi kepada jama’ah yang ada di belakang, tujuannya adalah
supaya ilmu itu sampai, sebab ilmu adalah amanah yang perlu disampaikan. Imam
Ahmad bin Ahmad pernah mengatakan: “Nabi bilamana berkhotbah terkadang
orang-orang di pasar bisa dengar” Zaman kita sekarang sudah ada microphone,
terkadang orang lebih kagum pada bangunan masjid tanpa memperhatikan misi utama
masjid yakni untuk menyampaikan ilmu. Sehingga pentingnya disini, ilmu perlu
sampai dengan cara apa saja, kalau melalui microphone gunakan microphone yang
bagus. Kalau melalui penyampai, pilihlah orang yang suranya lantn juga supaya
sampai di belakang sebab yang akan disampaikan adalah ilmu yang lebih penting
dari segalanya.
Dalam hadits di atas Nabi melihat para sahabat
berwudhu, maka dalam hal ini seorang yang alim hendaknya memperhatikan muridnya
yang belajar. Nabi tidak meninggalkan sahabatnya begitu saja, tapi beliau
perhatikan ketika sahabat hanya mengusap kaki dan tidak mengenai tumit maka
beliau mengatakan "celakalah bagi tumit-tumit yang tidak basah akan masuk
neraka" sebab bila tumit tidak dibasuh maka tidak sah wudhunya, kalau
wudhu tak sah maka tak sah juga sholatnya. Beliau juga mengulangi perkataanya
sebanyak 2 / 3 kali yang menunjukkan agar para sahabat mendengar tanpa ada
kesamaran serta menunjukkan keseriusan beliau dalam menyampaikan ilmu
0 Response to "Menghargai dan Mencari Ilmu"
Post a Comment