Makan Bangkai dan Tentang Ahlul Kitab
4. Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya
Ayat ini menceritakan
derajat ilmu. Sehingga binatang yang berilmu lebih mulia daripada yang tak
berilmu walaupun yang sejenis. Selain itu juga ayat ini mengajarkan kita
pentingnya berguru dalam mencari ilmu, supaya kita paham bahwa binatang perlu
guru juga, apalagi manusia. Apapun binatangnya, anjing, singa, harimau, burung
elang kalau diajar untuk berburu maka ia adalah binatang terpelajar. Binatang
saja diajar bisa jadi pandai, apalagi manusia yang diberi Allah alat untuk
berfikir. Siapa kata “Aku tak bisa belajar...aku tak bisa faham kalau belajar”
Lha binatang saja bisa paham kok manusia tak bisa paham
Binatang yang sudah dilatih
berburu dan binatang yang tidak dilatih bebruru walaupun jenisnya sama, kalau
dihantar untuk memangsa binatang maka yang halal dimakan hasil buruanya adalah
binatang yang diajar berburu. Tapi binatang yang tak diajar kalau memangsa
binatang dan binatang itu mati maka binatang yang mati karena mangsaan hewan
yang tidak diajar berburu tadi dihukumi bangkai dan haram dimakan, sedangkan
hewan yang diajar berburu bilamana binatang yang dimangsa mati maka halal untuk
dimakan. Ini menjadi bukti bahwa binatang yang punya ilmu derajatnya terangkat
dengan menjadi pemisah antara halal dan haram
مُكَلِّبِينَ pada ayat
diatas, merujuk pada syarat seorang guru yang mengajar binatang tersebut. Syarat
seorang guru pada ayat diatas adalah dia harus punya ilmu cara mengajar
binatang. Ayat ini sebenarnya adalah sindiran untuk guru dan murid. Kepada
guru, hendaknya dia mengajar ilmu yang dia tahu. Kepada murid, hendaknya dia
tahu kepada siapa dia mengambil ilmu. مُكَلِّبِينَ juga merujuk pada syarat hewan yang bisa dijadikan untuk
hewan berburu. Apa syaratnya? Kalau dia dihantar untuk berburu maka dia
akan tangkap binatang buruannya tapi dikembalikan kepada gurunya (empunya hewan
binatang), yakni dia tidak makan dulu mangsanya, tapi selepas menerkam binatang
dan mati dia serahkan kepada tuannya / gurunya.
“kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari
apa yang ditangkapnya untukmu” Disini Allah ingin
menginatkan kepada orang yang berilmu bahwa ilmu itu datangnya dari Allah, maka
jangan sesekali orang berilmu itu takabbur dengan ilmunya, sebab yang bisa
menambahkan dan mengurangkan ilmu adalah Allah SWT. Allah pernah menegur Nabi
Musa, ketika beliau ditanya pengikutnya: “Wahai Nabi Musa adakah di atas muka
bumi ini yang ilmunya melebihi engkau?” Nabi Musa menjawab: “Tidak ada” Allah
menegurnya dengan diuji Nabi Musa dengan diutus mencari Nabi Khidir, disitu
Nabi Musa ditunjukkan bahwa ada banyak perkara yang Nabi Musa tidak tahu. Nabi
Khidir mengatakan: “Wahai Musa, ilmu kamu dan ilmu aku dibandingkan dengan ilmu
Allah umpama burung yang hinggap di air laut yang mengambil air beberapa kali untuk
minum, yang diminum itu adalah ilmu aku dan ilmu kamu, lautan itu adalah
ilmunya Allah SWT”
Maka makanlah dari apa yang
ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu
melepaskannya). Untuk seseorang boleh memakan hasil binatang buruan
yang diburu oleh hewan yang diajar berburu adalah ketika menghantarkan untuk
menangkap mangsa diucapkan “Bismillah” lepaskan – tangkap – bilamana
dikembalikan mati maka halal dimakan, kalau masih hidup harus disembelih. Dalam
Madzab Imam Syafi’i mengucapkan bismillah ketika menghantar hewan untuk
berburu hukumnya sunnah. Bilamana ketika kita menghantar anjing umpamanya,
kemudian telah mendapatkan mangsanya dan ada anjing lain yang tak berilmu yang
juga memangsa mangsa yang sama, maka jangan dimakan. sebab kita tak tahu siapa
dulu yang memangsa hewan itu, ini adalah sifat wara’
ٱلۡيَوۡمَ
أُحِلَّ لَكُمُ ٱلطَّيِّبَٰتُۖ وَطَعَامُ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ حِلّٞ
لَّكُمۡ وَطَعَامُكُمۡ حِلّٞ لَّهُمۡۖ وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ
وَٱلۡمُحۡصَنَٰتُ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ إِذَآ
ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحۡصِنِينَ غَيۡرَ مُسَٰفِحِينَ وَلَا
مُتَّخِذِيٓ أَخۡدَانٖۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلۡإِيمَٰنِ فَقَدۡ حَبِطَ عَمَلُهُۥ
وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٥
5. Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan
kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga
kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu
telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir
sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan
ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi
Ayat ini punya 2 penafsiran. Pertama, makanan
yang dimaksud diatas adalah sembelihan. artinya hewan sembelihan dari ahlul
kitab boleh kita makan. Kedua, makanan yang dimaksud adalah
makanansecara general. Yakni kita tidak diharmkan makan dari makanan ahlul
kitab walaupun itu bukan dalam bentuk hewan sembelihan, contohnya cake, pisang
goreng,dll. Artinya kalau ahlul kitab menjemput / mengundang kita untuk makan
di rumahnya boleh kita makan, kecuali makanan-makanan yang diharamkan secara
syara’ (babi, harimau, khamr, dll). Ini adalah jembatan dari Allah yang artinya
bilamana mereka ahlul kitab yang bukan
bermakna kita tak boleh berinteraksi dengan mereka, mereka manusia juga.
Siapa itu ahlul kitab? Secara general mereka adalah
umat yang diturunkan kitab oleh Allah dari langit termasuk yahudi dan kristen.
Yahudi dengan taurat, kristen dengan injil. Dan bilamana juga ada pengikut
kitab zabur dan pengikut Nabi Ibrahim, maka mereka termasuk ahlul kitab
“(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga
kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu,” Setelah
berbicara tentang makanan, Allah berpindah kepada pernikahan. Kalau tadi dalam
makanan allah mengalalkan 2 (makanan dari ahlul kitab halal untuk kamu dan
makanan kamu halal untuk mereka), tapi dalam soal perkahwinan Allah halalkan 1
saja (menikahi wanita ahlul kitab (yahudi / kristen) dengan syarat dia merdeka
dan menjaga kehormatan.
Ulama Ahli Fiqh membahskan tentang menikahi wanita
ahlul kitab. Secara general al qur’an memang membolehkan. Akan tetapi menurut
aspek priority, yakni bilamana di bolehkan secara mutlak menikahi wanita ahlul
kitab dan bisa menjadi akibat laki-laki muslim lebih suka memilih menikahi
wanita ahlul kitab dengan meninggalkan wanita muslimah, maka disini dilarang
menikahi ahlul kitab karena mengabaikan wanita-wanita yang beriman. Prioriy nya
adalah wanita beriman, makanya di ayat diatas wanita beriman lebih dahulu
disebutkan, kemudian kalau tidak ada baru wanita dari ahlul kitab.
Bagaimana kalau sebaliknya? Wanita muslim menikahi
laki-laki ahlul kitab? Tidak boleh. Disebabkan dalam menikah itu perlu adanya kafa’ah.
Maksudnya adalah keserasian dalam agama. Yakni agama perempuan tak boieh
lebih tinggi dari laki-laki. Tapi kalau laki-lakinya orang beriman (islam) dan
perempuanya ahlul kitab maka kedudukan laki-laki lebih tinggi dari perempuan
dari segi agama maka hal ini diperbolehkan.
(Habib Ali Zaaenal Abidin
Al Hamid – Darul Murtadza)
0 Response to "Makan Bangkai dan Tentang Ahlul Kitab"
Post a Comment