Mengajarkan dan Memastikan Ilmu
60. Telah menceritakan kepada kami Khalid bin
Makhlad Telah menceritakan kepada kami Sulaiman Telah menceritakan kepada kami
Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda: "Sesungguhnya diantara pohon ada satu pohon yang tidak
jatuh daunnya. Dan itu adalah perumpamaan bagi seorang muslim". Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Katakanlah padaku, pohon apakah
itu?" Maka para sahabat beranggapan bahwa yang dimaksud adalah pohon yang
berada di lembah. Abdullah berkata: Aku berpikir dalam hati pohon itu adalah
pohon kurma, tapi aku malu mengungkapkannya. Kemudian orang-orang berkata:
"Wahai Rasulullah, pohon apakah itu?" Beliau shallallahu 'alaihi
wasallam menjawab: "Pohon kurma"
Hadits ini menceritakan seorang imam / guru
yang mengajukan pertanyaan. Ini adalah wasilah dalam menyampaikan ilmu yakni
dengan menyampaikan pertanyaan sebab kunci dari ilmu adalah pertanyaan. Oleh
karena itu sistem pendidikan zaman sekarang yang menggunakan exam / ujian
adalah bukan orang-orang barat yang cipta, tapi Al Qur’an lebih dulu
menciptakan.
Hadits ini memberi pelajaran, sebagaimana yang
disebutkan oleh Imam Ibn Hajar. Pertama, pentingnya guru menguji
muridnya agar guru bisa melihat apakah ilmunya ditangkap muridnya / tidak. Kedua,
digalkkan seseorang memiliki sifat malu untuk menjawab selagi malu itu
tidak menjejaskan kepentingan ilmu, artinya kalau dia malu menjawab, sehingga
sebab dia malu membuat banyak orang tak tahu jawabanya, ini malu bhukan pada
tempatnya, sebab malunya merugikan orang lain. Orang yang tahu itu benda salah
yang perlu mendapat teguran, imam yang salah raka’at contohnya. Bilamana ia tak
tegur maka makmum akan tanggung salahnya imam. Yang dilakukan Abdullah bin Umar
adalah malu dan segan karena banyak sahabat yang lebih tua, dan malu nya beliau
sebab beliau tau bahwa jawaban pertanyaan dari nabi akan tetap muncul, hal ini
adalah malu pada tempatnya. Terkadang bilamana anak muda lebih pandai dari
orang tua maka akan menggores perasaan orang yang lebih tua, disinalah yang
dimaksud malu pada tempatnya yang bilamana tidak menjawab dan tidak menegur
tidak akan merugikan orang lain
Dalam riwayat yang lain, setelah pulang,
Abdullah bin Umar berkata pada ayahnya (Umar bin Khattab): “Wahai ayah, ketika
nabi bertanya tadi, sebenarnya aku tahu jawabanya, hanya saja aku malu untuk
menjawab” Kemudian Umar bin Khattab berkata: “Wahai anakku, kalau kamu jawab
tadi, jawaban kamu akan membuat gembira dibandingkan aku mendapat banyak unta
merah”
Disini menunjukkan pelajaran bahwa suatu
dorongan, dukungan, spirit kepada anak untuk menjawab pertanyaan. Bilamana anak
mampu menjawab pertanyaan tentunya akan membuat gembira hati orang tuanya yang
bermakna anaknya pandai. Pelajaran berikutnya, merujuk perkataan sayyidina umar
yang mengatakan lebih gembira dibanding mendapat unta merah adalah menunjukkan
orang tua itu lebih sayang dan menghargai anak daripada harta di dunia
61. Telah menceritakan kepada kami Abdullah
bin Yusuf berkata, telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Sa'id Al
Maqburi dari Syarik bin Abdullah bin Abu Namir bahwa dia mendengar Anas bin
Malik berkata: Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam didalam Masjid, ada seorang yang menunggang unta datang lalu
menambatkannya di dekat Masjid lalu berkata kepada mereka (para sahabat):
"Siapa diantara kalian yang bernama Muhammad?" Pada saat itu Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersandaran di tengah para sahabat, lalu kami
menjawab: "orang Ini, yang berkulit putih yang sedang bersandar".
Orang itu berkata kepada Beliau; "Wahai putra Abdul Muththalib" Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Ya, aku sudah menjawabmu".
Maka orang itu berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Aku
bertanya kepadamu persoalan yang mungkin berat buatmu namun janganlah kamu
merasakan sesuatu terhadapku." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab: "Tanyalah apa yang menjadi persoalanmu". Orang itu berkata:
"Aku bertanya kepadamu demi Rabbmu dan Rabb orang-orang sebelummu. Apakah
Allah yang mengutusmu kepada manusia seluruhnya?" Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menjawab: "Demi Allah, ya benar!" Kata orang itu: "Aku
bersumpah kepadamu atas nama Allah, apakah Allah yang memerintahkanmu supaya
kami shalat lima (waktu) dalam sehari semalam?" Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menjawab: "Demi Allah, ya benar!" Kata orang itu: "Aku
bersumpah kepadamu atas nama Allah, apakah Allah yang memerintahkanmu supaya
kami puasa di bulan ini dalam satu tahun?" Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menjawab: "Demi Allah, ya benar!" Kata orang itu: "Aku
bersumpah kepadamu atas nama Allah, apakah Allah yang memerintahkanmu supaya
mengambil sedekah dari orang-orang kaya di antara kami lalu membagikannya
kepada orang-orang fakir diantara kami?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab: "Demi Allah, ya benar!" Kata orang itu: "Aku beriman
dengan apa yang engkau bawa dan aku adalah utusan kaumku, aku Dlamam bin
Tsa'labah saudara dari Bani Sa'd bin Bakr." Begitulah (kisah tadi)
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Musa bin Isma'il dan Ali bin Abdul Hamid
dari Sulaiman bin Al Mughirah dari Tsabit dari Anas dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam
Hadits ini memberi pelajaran bahwa seseorang
harus memastikan kebenaran berita tentang agama dari sumber yang shahih,
otentik / terpercaya. Memastikan berit agama bukan dari facebook, bukan dari
whats app, bukan dari twitter, Cukup seseorang itu berdusta bilamana dia
berbicara dari apa saja yang dia dengar tanpa memastikan apa yang didengar,
akan lebih berbahaya lagi yang dia dengar adalah masalah agama lalu dia
sebarkan tanpa memastikan kebenarannya. Para ahli hadits saja amat penting
dalam memastikan darimana sumber hadits itu benar / tidak
62. Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin
Abdullah berkata, telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Sa'd dari Shalih dari
Ibnu Syihab dari Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud bahwa Abdullah
bin 'Abbas telah mengabarkannya, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah
mengutus seseorang dengan membawa surat dan memerintahkan kepadanya untuk
memberikan surat tersebut kepada Pemimpin Bahrain. Lalu Pemimpin Bahrain itu
memberikannya kepada Kisra. Tatkala dibaca, surat itu dirobeknya. Aku mengira
kemudian Ibnu Musayyab berkata; lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berdoa agar mereka (kekuasaannya) dirobek-robek sehancur-hancurnya.
Dikisahkan bahwa setelah merobek surat dari
Rasulullah, raja mengirim delegasi untuk berjumpa kepada Rasulullah untuk membahas surat yang
beliau kirim kepada raja seakan akan mencabar, mengancam dan lain sebagainya.
Ketika telah berjumpa, Rasulullah berkata kep[ada delegasi itu: “Kamu balik ke
kerajaanmu, ketahuilah bahwa Tuhanku sudah bunuh raja itu” Subhanallah...
baliklah delegasi itu ke kerajaan ternyata didapati rajanya sudah dibunuh tepat
saat dia berjumpa dengan Rasulullah tadi. Dikatakan raja tersebut dibunuh oleh
keluarganya sendiri. Mengapa bisa terjadi demikian? Sebab menrobek surat Nabi
SAW, ini surat bukan sembarang surat. Surat ini sebenarnya untuk menyelamatkan
kerajaan dengan mengajak memeluk islam, tidak menyikapi surat dengan baik
menyebabkan hancurnya kerajaan
Beberapa negara yang dikirim surat oleh
Rasulullah menyikapi dengan baik. Raja An Najasy mencium surat dan menangisi
surat Rasulullah. Adapun Raja Mesir setelah dikirimi surat oleh baginda SAW,
beliau memberikan beberapa hadiah, seperti keledai dan juga Maria Al Kibtiah,
yang lahir dari perkawinan beliau dengan Rasulullah seorang anak bernama
Ibrahim.
Hadits ini mempunyai makna memastikan /
menerima ilmu dalam bentuk tulisan. Delegasi yang dikirim ke raja di bahrain
untuk membawa surat, yang surat itu berisi tulisan ayat dari Rasulullah. Yakni
memberi amanah untuk menyampaikan ilmu dalam bentuk tulisan, kertas / kitab
kepada orang lain atau yang disebut dengan Al Munawalah
0 Response to "Mengajarkan dan Memastikan Ilmu"
Post a Comment